Jika Dunia adalah Layar putih yang terkembang
Maka kehidupan ialah hasil kontemplasi pelakon yang tertuang dalam adegan cumbuan tanda-tanda ikonik dan barisan warna
Yang membawa si Pelakon memainkan dan meniru rupa siapa saja
Berlapis-lapis makna tertoreh pada layar yang tak pernah lepas dari mata Sang Director
Menciptakan rupa-rupa dan peran-peran
Katanya pada Pelakon, "Pilihlah dan mainkan, Aku yang akan menilai"
Jika Dunia adalah Roh yang suci
Maka kehidupan adalah balutan-balutan luka nanah yang membusuk
karena tersembunyi dalam gulungan-gulungan perban yang tak pernah
diganti
Ataukah kehidupan adalah wewangian kasturi, yang dikisahkan semerbak di taman-taman firdaus?
Ya, bisa saja kehidupan adalah kedua-duanya.
Oh Ibu, aku sedang mencoba memaknai dunia
Duhai Ayah, bukannya tak cukup kearifan yang kau tanamkan, bukan!
Bagiku Dunia tetaplah dan akan selalu menjadi panggung pertunjukkan peran-peran yang megah
Yang bahkan seorang Shakespeare pun tak mampu menyamainya
Entah siapalah yang menjadi penonton
Ya, jika dunia hanyalah sebuah sandiwara
Maka saat ini kita sedang memainkan topeng-topeng kita.
Selamat bertopeng!
Rabu, 15 Oktober 2014
Netral
Aku
tak mengerti begitupun kau
Lebih
baik kita sama-sama diam
Pun
kalau kau bicara aku tak dengar
Aku
bicara kau marah
Lain
ikan kalau tak bersisik
Bukan
damai kalau berisik
Gang
mucikari sudah mau tutup
Ribuan
mulut menggantungkan suapan pada perniagaan syahwat yang dilegalkan atas nama
kebebasan dan pendapatan negara
Jadi
jangan heran, ketika pintu-pintu toko itu terancam dihancurkan
Asap-asap
ban bekas pun jadi simbol perlawanan
Maka
sekali lagi atas nama kebebasan yang universal
Mereka
tak peduli dibilang amoral asal bisa makan
Lihatlah
tulisan “Jangan ganggu kami”
“Tutup
lokalisasi atau revolusi”
Lihatlah
demi perut
Tumpah
darah tak menjadi soal
Salah
siapa, entahlah
Kita
sama-sama tak tahu
Ayo
kita pura-pura tutup mata saja
Percuma
bicara nilai-nilai
Kalau
lambung tak terisi
Lidah
tak akan mampu berucap manis
Sedang
tak pernah paham rasa gula pasir
Tahukah
kau ada yang sedang menangis hingga pingsan
Menolak
kehadiran pabrik semen yang berpotensi mengancam lingkungan mereka
Pasti
tidak, dikoran dan televisimu hanya soal dua kandidat yang saling debat
Tahukah
kau kalau orang-orang sekarang hanya pusing pada dua perkara
Menghina
dan mengharap
Menghina
macam tak punya dosa
Mengharap
tinggi-tinggi macam tak takut dicurangi lagi
Mereka
telah lupa
Lebih
baik kita sama-sama diam
Tak
apa dibilang lemah
Dikata
tak acuh biarlah saja
Kau
dan aku pastilah penghuni neraka yang paling dalam
Sebab
ditengah segala jenis omong kosong ini
Kita
memilih netral
by : Atika Saidin
Langganan:
Postingan (Atom)