Sabtu, 01 November 2014

Daun



Dunia sudah terlampau jauh meninggalkanku. Tepat setelah kusadari aku sedang tak berpijak dimanapun.

Kau mungkinlah adalah angin. Aku sudah pasti dedaunan kering yang telah kau terbangkan jauh meninggalkan pohonnya. Dan kini kau serahkan urusanku pada sungai yang mengalir. 

Entah aku akan terasing dimana lagi. Semoga saja takdirku tak berakhir di pembakaran sampah.

Merdeka



Ada kalanya nanti kau akan dituntut dewasa oleh ayahmu. Walaupun di saat bersamaan ia tetap menganggapmu sebagai malaikat kecilnya. Ada pula saatnya nanti kau menyadari bahwa kau adalah apa yang teman-temanmu inginkan. Kau hanyalah bentukan dari realitas-realitas yang dibuat oleh mereka.

Namun tenanglah. Kaupun akan menemukan masa, dimana kau bukanlah lagi seperti kata ayahmu ataupun keinginan dari teman-temanmu. Hanya kau dan dirimu. Itulah merdeka, itulah kemenangan.

Rabu, 15 Oktober 2014

Topeng

Jika Dunia adalah Layar putih yang terkembang
Maka kehidupan ialah hasil kontemplasi pelakon yang tertuang dalam adegan cumbuan tanda-tanda ikonik dan barisan warna
Yang membawa si Pelakon memainkan dan meniru rupa siapa saja

Berlapis-lapis makna tertoreh pada layar yang tak pernah lepas dari mata Sang Director
Menciptakan rupa-rupa dan peran-peran
Katanya pada Pelakon, "Pilihlah dan mainkan, Aku yang akan menilai"

Jika Dunia adalah Roh yang suci
Maka kehidupan adalah balutan-balutan luka nanah yang membusuk karena tersembunyi dalam gulungan-gulungan perban yang tak pernah diganti
Ataukah kehidupan adalah wewangian kasturi, yang dikisahkan semerbak di taman-taman firdaus?
Ya, bisa saja kehidupan adalah kedua-duanya.

Oh Ibu, aku sedang mencoba memaknai dunia
Duhai Ayah, bukannya tak cukup kearifan yang kau tanamkan, bukan!

Bagiku Dunia tetaplah dan akan selalu menjadi panggung pertunjukkan peran-peran yang megah
Yang bahkan seorang Shakespeare pun tak mampu menyamainya
Entah siapalah yang menjadi penonton
Ya, jika dunia hanyalah sebuah sandiwara
Maka saat ini kita sedang memainkan topeng-topeng kita.
Selamat bertopeng!




Netral

Aku tak mengerti begitupun kau
Lebih baik kita sama-sama diam
Pun kalau kau bicara aku tak dengar
Aku bicara kau marah
                            
Lain ikan kalau tak bersisik
Bukan damai  kalau berisik
Gang mucikari sudah mau tutup
Ribuan mulut menggantungkan suapan pada perniagaan syahwat yang dilegalkan atas nama kebebasan dan pendapatan negara
Jadi jangan heran, ketika pintu-pintu toko itu terancam dihancurkan
Asap-asap ban bekas pun jadi simbol perlawanan
Maka sekali lagi atas nama kebebasan yang universal
Mereka tak peduli dibilang amoral asal bisa makan
Lihatlah tulisan “Jangan ganggu kami”
“Tutup lokalisasi atau revolusi”
Lihatlah demi perut
Tumpah darah tak menjadi soal
Salah siapa, entahlah
Kita sama-sama tak tahu
Ayo kita pura-pura tutup mata saja
Percuma bicara nilai-nilai
Kalau lambung tak terisi
Lidah tak akan mampu berucap manis
Sedang tak pernah paham rasa gula pasir
Tahukah kau ada yang sedang menangis hingga pingsan
Menolak kehadiran pabrik semen yang berpotensi mengancam lingkungan mereka
Pasti tidak, dikoran dan televisimu hanya soal dua kandidat yang saling debat
Tahukah kau kalau orang-orang sekarang hanya pusing pada dua perkara
Menghina dan mengharap
Menghina macam tak punya dosa
Mengharap tinggi-tinggi macam tak takut dicurangi lagi
Mereka telah lupa
Lebih baik kita sama-sama diam
Tak apa dibilang lemah
Dikata tak acuh biarlah saja
Kau dan aku pastilah penghuni neraka yang paling dalam
Sebab ditengah segala jenis omong kosong ini
Kita memilih netral
by : Atika Saidin